...setelah berabad2 tidak ngepost, aku mulai ngpost lagi, mungkin kalau dilihat dari cara penulisan bakalan banyak yang berubah. karna dulu waktu aku ngepost aku masih duduk di bangku SMP yang mana aku masih alay sekali. kini aku sudah masuk kelas 12 SMA, dimana tingkat ke alay-an sudah berkurang sedikit demi sedikit. post kali ini sebenarnya cuma mau upload karya cerpen buat ujian praktik aja..
Tak terasa aku sudah duduk di kelas
12 SMA, dan setiap hari aku selalu mengahabiskan hari-hariku dengan kegiatan
yang begitu-begitu saja, hidup di kota kecil seperti Wonogiri memang damai dan
menyenangkan. Namun
di kota kecil ini kurang akan tempat untuk bertamasya, setiap
pulang sekolah aku selalu bermain video
game. Aku lagi senang-senangnya main game
Pro Evolution Soccer 2015. Karena main game
terus aku selalu di marahi oleh mamaku.
Mama memiliki rambut bergelombang,
kulit putih, dan tubuh yang sedikit gemuk, saat di rumah mama lebih senang
menghabiskan waktu untuk memasak dan berkebun, mama memiliki banyak sekali
jenis tanaman di halaman rumah.
“Sabo! kamu ini setiap hari main game terus? Cari kegiatan lagi sana!”
“Tapi mau ngapain ma? Aku bingung.”
jawabku dengan tenang.
Disela-sela percakapan kami ini tiba-tiba
ayah datang, ayah memotong pembicaraan kami, lalu seolah ide datang begitu saja
dari udara, ayah berseru mantap “kita main layangan!”
Ayah memiliki sorot mata tajam,
kebanyakan teman-temanku takut saat melihat sorot matanya, ayah sangat menyukai
ikan, di rumah kami memiliki banyak jenis-jenis ikan, mulai dari ikan air
tawar, air laut, dan air payau semua ada disini. Rumah lebih terlihat seperti
penangkaran ikan dan perkebunan.
“Boleh deh yah, kayaknya di gudang
masih ada layangan yang dulu pernah aku beli,”
“Oke, ayah ambil layangannya, lalu
ayah tunggu di teras, kau siap-siap sana!”
Setelah layangan siap, ayah bergegas
menuju teras rumah, sewaktu aku mau menyusulnya, mama tiba-tiba keluar dari
kamarnya, dia tanya “kamu mau main layangan?”
“Iya, emang kenapa ma?”
“Kamu sudah pakai sunblock belom?” tanya mama.
Aku menggelengkan kepala. “ma, aku
ini anak cowok, mana ada anak cowok main layangan pakai sunblock? Itu cemen banget ma!”
Belum sempet ngomong apa-apa, mama
langsung melumuri badanku dengan sunblock.
Dari tangan, ke kaki, lalu ke badan, setelah proses pelumuran ini selesai, aku
berlari kencang dan mengadu kepada ayah. Aku bilang “yah, masa mau main
layangan doang kata mama harus pake sunblock?
Kan cemen banget!”
“Ya ampun! Ayah lupa belom pake!”
kata ayah sambil menepuk kepalanya.
Akhirnya kami berdua bermain
layangan di area Waduk Gajah Mungkur dengan berlumuran sunblock, mungkin dari kejauhan kami terlihat mengkilap dan menyala
terang, di tempat ini memiliki ukuran angin yang pas untuk bermain layangan.
Saat sedang asik bermain layangan, tiba-tiba dari kejauhan ada yang berteriak
memanggil namaku, ternyata itu adalah Viny dan Zoro. Mereka berdua adalah teman
sekelasku, bisa dibilang mereka adalah sahabat aku.
Muhammad Junaedi, atau yang lebih
akrab di panggil Zoro, merupakan tipikal anak SMA dengan tubuh preman, kulitnya
hitam, badannya tinggi, dia memiliki otot-otot yang besar di kedua tangannya,
perutnya pun sixpac, rambut Zoro keriting
dan lebat, rambutnya sungguh serbaguna, aku bisa menyembunyikan handphone di dalam rambutnya saat razia handphone di sekolah, dibalik tubuh
sangarnya itu Zoro adalah orang yang sangat baik. Namun dia sangat keras kepala
dan susah sekali di ajak kompromi.
Sedangkan Ratu Viny Fitrilya, dia
punya dua lesung pipi yang tidak terlalu dalam, poni rambunya dia sisir ke
sebelah kanan, yang kadang dia betulkan kalau berjalan terburu-buru. Dia baik,
tapi penakut, dia juga pintar matematika. Walaupun cewek tetapi Viny dapat
mengeluarkan siulan yang bunyinya indah, seperti suara burung Kutilang pada
musim semi. Aku sendiri pernah mencoba untuk besiul seperti Viny, tetapi
jadinya malah fals, seperti suara
burung Kutilang menjelang ajal.
“Wah, ternyata teman-temannya Sabo.”
kata ayah kepada Zoro dan Viny.
“Iya om,” jawab Zoro dengan tegas.
“Sedang apa kalian disini?” tanya
ayah pada mereka.
“Kami mau bermain layangan om,”
jawab Zoro
Mendengar jawaban itu aku langsung
terdiam, mungkin Zoro dan Viny juga menglami hal-hal yang hampir serupa dengan
apa yang aku alami. Sehingga jalan terakhir mereka adalah bermain layangan.
“Terus, mana layangannya?” tanyaku.
“Sudah hilang, tadi kami adu
layangannya, eh putus, hilang deh,” jawab Zoro sambil tertawa.
“Kalian nanti malam tidak ada acara kan?
Bagaimana kalau nanti malam kalian datang kerumah, kita makan malam bersama?”
“Oke om, nanti kami pasti datang!”
jawab Viny sambil tersenyum.
Setelah lewat pukul 5 sore, aku dan
ayah langsung pulang, begitu pula dengan Zoro dan Viny. Setelah sampai dirumah
aku bercerita dengan mama, kalau temanku akan makan malam disini, aku bilang
kalau salah yang mau kesini adalah Zoro dan Viny.
Selagi memasak, mama nanya “Udah
lama ya Zoro sama Viny engga main kesini, Zoro yang item itu kan? Yang
keriting? Dulu kan sendok sayur mama pernah hilang, eh taunya ada di dalam
rambut kritingnya, terus sekarang Viny bagaimana? Dia sekarang masih cantik apa
engga?”
“Emang kenapa, ma?” tanya ku dengan
heran.
“Kalau sekarang Viny jelek mau mama
racunin!” seru mama, lalu tertawa histeris.
“Ma, kok gitu?”
“Cuma berjadi kok, kamu punya fotonya
yang paling baru engga? Coba dong mama liat,”
Aku menunjukkan foto Viny yang ada
di dalam handphone miliku, diikuti
dengan anggukan mama. Tampaknya Viny cukup cantik untuk selamat dari racun
mama. Terakhir mereka main kesini adalah sekitar 3 bulan yang lalu, tapi aku
rasa 3 bulan bukalan waktu yang bisa membuat wajah seseorang menjadi berbeda.
Waktu makan malam belum tiba, namun
Zoro dan Viny sudah datang, sambil menunggu masakan, kami bertiga berbaring
dulu di balkon lantai 2 rumahku. Malam ini tak cukup dingin kami bertiga
berbaring bersama, angin yang sejuk menghembus ke arah kami.
Sambil
tiduran Zoro berkata “Rasanya kayak di Miami, ya?”
“Iya,” jawab ku.
“iya,” kata Viny.
Kami bertiga tidak ada yang pernah
ke Miami. Kemudian terjadi hening panjang..
Acara makan malam bersama telah
tiba, mama memasak banyak sekali masakan, namun hanya ada aku, mama, Zoro dan
Viny saja, ayah ada urusan mendadak beberapa menit lalu dengan teman
sekantornya. Hanya aku, Zoro dan Viny yang makan, mama tidak ikut makan karena
sedang diet. Kami bertiga benar benar merasa sangat kenyang.
“Ayo, ayo ini ayam pangganya masih,
Zoro sama Viny tidak usah malu, ayo makan saja!” kata mama penuh semangat.
“Tapi tante, kami sudah kenyang sekali,”
seru Zoro.
“Habiskan saja, habiskan, nak!” kata
mama dengan tatapan mata kosong, seakan-akan mempersiapkan mereka untuk
disembelih nanti malam.
Setalah makan malah selesai, kami
bertiga naik ke lantai 2, menuju kamarku. Di dalam kamar Zoro bercerita. “Kemarin
aku di jahilin sama anak-anak kompleks sebelah, mereka nyerang aku pake petasan
cabe” kata Zoro dengan pelan.
“Kamu salah apa sama mereka?”
tanyaku pada Zoro.
“Aku juga tidak tahu, tapi bagaimana
jika kita balas mereka?” seru Zoro.
“Aku cewek nih, aku takut main petasan,”
kata Viny sedikit ketakutan.
“Engga usah takut Vin, kan ada aku
sama Sabo,” kata Zoro dengan mantap.
Akhirnya hari penyerang itu tiba,
kami sudah membeli petasan cabe dalam jumlah banyak. Kami siap menyerang anak
kompleks sebelah. Untuk pemanasan kami mencoba menyalakan satu petasan cabe.
Dari balik semak petasan cabe terbang meroket ke arah mbak-mbak yang tidak tau
apa-apa, petasan itu meledak di dekat kakinya.
“AAAAHHHH!!!!!” Si mbak teriak
sambil loncat-loncat. Kami kewata sampai engga bisa napas. Kami langsung
melarikan diri, setelah situasi aman, kami melakukan tos-tosan.
“Hahaha, kalian liat mukanya
mbak-mbak tadi engga? Mukanya kayak lagi mau ngelahirin ya?!” seru Zoro sambil
tertawa.
“Hahaha, iya, bener!” seru ku.
“Hahaha, iya bener-bener kayak lagi
mau ngelahirin!” kata Viny.
Dan kami bertiga gak ada yang pernah
liat muka orang yang lagi ngelahirin. Pertualangan kembali kami lanjutkan. Kami
telah sampai ke kompleks sebelah dimana anak-anak yang menjahili Zoro berada. “Itu
mereka, 5 orang yang lagi di depan rumah cat kuning,” kata Zoro.
Zoro langsung melempar petasan cabe
ke arah mereka dari tempat persembuyian kami, petasan cabe itu meledak di dekat
mereka. Mereka semua menjerit karena kaget. Salah satu anak berwajah tua untuk
muka anak SMA maju sambil berteriak “WOI! SIAPA ITU WOI!”
“APE LU WOI!” Zoro berteriak dan
keluar dari tempat persembunyian kami.
“APE LU WOI!” seru salah satu dari
mereka.
“APE LU WOI! Sahutku, ikut-ikutan
aja biar terlihat gentleman.
Selama 5 menit kami pun berteriak
ganti-gantian “APE LU WOI!”. Masing masing mencoba lebih keras dari yang
lainnya sambil pelan pelan jalan mundur. Ya, anak SMA kalau berantem emang
bisanya cuma begini.
Karena
merasa persiapan kami kurang matang, kami bertiga memutuskan kembali dan
menyerang lagi besok. Kami berlari sangat kencang, tetapi tiba-tiba sebuah
botol yang di bawa oleh Viny jatuh lalu menghilang. Karena jatuhnya botol itu
Viny jadi menangis.
“Kamu kenapa kok nangis?” tanya ku.
Sedangkan Zoro sudah lari duluan meninggalkan kami.
“Itu botol yang jatuh tadi, sama
kakekku udah di isi malaikat buat menjaga aku,” kata Viny yang sedang menangis
sambil memegang jaketku dengan erat.
“Malaikat? Yang bener kamu?” tanya
ku heran.
Tanpa sempat menjawab perntanyaanku,
Viny langsung mengajakku berlari untuk pulang dia benar-benar ketakutan. Aku
jadi merasa kasian sama dia, seharusnya cewek tidak perlu ikutan dalam perang
pertasan cabe ini.
Keesokan Harinya, sebelum kami
menyerang lagi, saat aku mau berangkat mama sempat tanya sama aku “Kemarin ada
anak-anak seumuran kamu gitu, malem-malem main petasan, kamu tahu siapa mereka?”
“Petasan? Uhh, engga tahu aku ma,”
kataku.
“Kamu jangan ikut-ikutan main
petasan ya! kamu tahu nggak main petasan bisa bikin tangan kamu putus, kalau
kamu ikut-ikutan main petasan gitu, terus tangan kamu putus, kan serem, nanti
kamu engga bisa main video game
kesukaan kamu lagi lho!” kata mama.
Agak aneh juga sih, kalau misalkan
tanganku putus karena petasan terus hal pertama yang aku ucapkan adalah “yah,
engga bisa main video game lagi deh.”
Perkataan mama terus terbayang di kepalaku. Akhirnya aku putuskan tidak main
petasan lagi.
Kami bertiga berkumpul di rumah
Zoro, aku menggukan jaket yang kemarin aku pakai, Zoro menggunakan kaos yang
nampak kebesaran, sedangkan Viny menggukan kaos berlengan panjang.
“Lho, mana petasannya?” Tanya Zoro
pada Viny yang datang tidak membawa apa-apa.
“Duit aku habis buat beli buku,”
jawab Viny.
“Ya sudah, terus kamu kok engga bawa
apa-apa juga?” tanya Zoro padaku.
“Jadi gini, aku dimarahin mama,
kemarin aku iseng mau bangunin ayah aku pagi-pagi pake petasan, terus aku
nyalain aja petasan cabenya di dalem rumah. Petasannya medelak, aku di marah-marahin,
semua petasan disita,” jawabku dengan tenang, yang sebenarnya aku berbohong.
“Kamu bodoh apa kurang gizi, sih?” kata
Zoro dengan raut wajah sebal.
“Kami tetep ikutan kamu buat nyerang
mereka kok, tenang aja, tapi kamu didepan duluan, aku sama Sabo di belakang,” kata
Viny kalem.
Tanpa berkata apa-apa kami bertiga
langsung berangkat ke medan perang petasan cabe. Ditengah-tengah perjalanan aku
berbisik-bisik dengan Viny.
“Vin, jangan bilang Zoro ya,
sebenernya tadi aku bohong,”
Viny tertawa kecil. “Ya iyalah, mana
mungkin kamu sebodoh itu nyalain petasan di dalam rumah.”
“Aku emang nyalain di dalam rumah.
Tapi bukan buat bangunin ayahku, ya cuma biar petasannya habis aja.”
“Aku merasa semua cowok yang aku
temui dalam hidup ini jelek dan bodoh.” kata Viny.
“Hah? Termasuk aku juga dong?”
“Terutama kamu!” kata Viny sambil
ketawa kecil.
Akhirnya kami bertiga sampai di tempat
perang petasan cabe. Hanya Zoro yang terus-terusan beraksi, Zoro maju di garis
depan, meyalakan petasan cabe yang dia bawa, dia melempar ke arah anak berwajah
tua itu dan berhasil meledak di dekat kaki anak muka tua itu, sedangkan aku berada
di belakang Zoro dan Viny hanya menonton saja. Walapun menggunakan kaos berlengan
panjang Viny terlihat menggigil kedinginan, sepontan aku langsung melepas
jaketku dan menyuruh Viny memakainya, tubuh Viny tiba-tiba menjadi panas.
“Zoro gawat, badan Viny panas banget
ini!” seruku pada Zoro.
“Hah!? Kok bisa? ya sudah bawa dia pulang
aja, sebelum dia makin parah, aku bisa urusin mereka sendiri, lagi pula si muka
tua sudah berhasil aku kalahkan,” kata Zoro dengan panik.
Aku dan Zoro sangat panik dengan
keadaan Viny, suhu tubuhnya panas, namun dia bilang dia merasa kedinginan. Aku
langsung saja menggendong Viny dan bergegas menuju rumahnya. Sementara itu Zoro
masih melempari anak-anak kompleks sebelah itu dengan harapan kami tidak
terkena petasan cabe mereka.
Saat
aku berlari sudah cukup jauh, aku menoleh ke belakang, Zoro terlihat kuwalahan
melawan 4 orang anak sendirian. Duauuaarrrrrrrr!!
aku melihat sebuah petasan cabe meledak di dekat Zoro. Aku ingin menolongnya namun
aku tidak bisa meninggalkan Viny begitu saja.
Zoro terlihat berjuang mati-matian
malam itu, seolah-olah dia menjadi pahlawan yang melindungi kami dari serangan
musuh.
Tiga hari berlalu setelah kejadian
malam itu, dimana badan Viny jadi panas dan membuat aku dan Zoro sangat
khawatir, aku berhasil membawa Viny kerumah karena pengorbanan Zoro. Hari ini
aku pergi ke rumah Viny untuk menjenguk dia. Sebelum kerumahnya aku mampir ke Minimarket 78, aku membeli beberapa
roti, dan buah-buahan untuk Viny.
“Totalnya Rp.22.000,00- pak!” kata
seorang mbak-mbak kasir.
Aku
agak kaget dipanggil “Bapak” karena umurku masih 17 tahun. Ya sudahlah, aku pun
membayar dengan uang pas. Saat aku akan keluar, tiba-tiba mbaknya manggil aku, “Pak,
ini Rotinya ketinggalan satu!”
“UDAH MBAK KAMU AMBIL AJA ROTINYA!!”
kataku kesel karena di panggil “pak” lagi. Lalu aku keluar Minimarket 78 sambil berkata “DAN AKU MASIH 17 TAHUN MBAK, JANGAN
PANGGIL AKU BAPAK!!!!!!!” kataku dengan kencang.
Sampai di rumah Viny kami ngobrol di
dalam kamarnya, keadaan Viny sudah membaik, dan besok sudah bisa masuk sekolah
lagi. “Oh iya, Kamu udah dengar kabar dari Zoro belum?” Kataku.
“Sudah, aku dengar tangannya terkena
luka bakar dari petasan cabe, kita bisa aja kayak gitu kan?” kata Viny.
“Iya, untung waktu itu kita pulang
gara-gara badanmu yang tiba-tiba panas.”
“Hahaha, badan panas malah bawa
berkah ya, kita jadi engga kena petasan cabe!” kata Viny sambil tertawa.
“Iya sih, tapi engga gitu juga kali,
Zoro kan sudah melindungi kita kan?” kataku.
Dengan
muka yang sedikit lesu Viny bilang sesuatu kepadaku “Oh iya, aku lagi sedih ini,
jaket yang kamu pinjamkan ke aku, waktu malam itu hilang, aku suka banget sama
jaket itu, berkat jaketmu, badanku tidak terasa kedinginan pas malam itu.
“Hilang ya? Ya sudah engga apa-apa,
yang penting kan kamu engga kenapa-napa,” jawabku.
“Maaf banget ya,” kata Viny lesu.
“Iya engga apa-apa kok,” kataku
pelan.
“kamu ingat sama botolku yang aku
dulu bilang kalau isinya ada mailakat buat menjaga aku?” tanya Viny padaku.
“Hmm... Botol yang hilang itu? Iya
aku ingat, kenapa emang?” jawabku.
“Jaketmu itu jadi penggantinya, kamu
jadi semacam malaikat buat aku, kamu ngerti kan?” kata Viny sambil tersenyum.
Aku ikut terseyum dan kami berdua
tertawa bersama-sama. “Bagaimana kalau besok sepulang sekolah kita ke rumah
Zoro? kita jenguk dia, tangan Zoro terluka karena kita juga kan?”
“Iya aku setuju, lagian kita bertiga
udah berteman sejak masih kecil, dari kelas 1 SD sampai sekarang kita satu
sekolah terus, bahkan kita satu kelas terus juga.” kata Viny kepadaku sambil
memakan roti yang aku bawakan tadi.
“Oke sip!” tapi besok enaknya kita
bawan apa ya untuk Zoro?”
“Kita bawakan celiman dan
buah-buahan saja, seperti yang kamu bawakan buatku!” jawab Viny penuh semangat.
“Oke tapi kita jangan beli di Minimarket 78 ya!” seruku.
“ Lho, memangnya kenapa?” tanya Viny
dengan wajah heran.
“Masa aku di panggil “pak” sama
mbak-mbak kasir nya! kan nyebelin,” kata ku sewot.
“Hahaha, jadi gitu ya pak?” kata
Viny sambil tertawa.
Aku kemudian juga ikut tertawa, kejadian
ini mengingatkan ku pada sebuah buku yang pernah aku baca, di dalam buku itu
ada tiga ekor Beruang Somalia berbulu putih yang sedang dikejar-kejar oleh para
pemburu. Pemburu-pemburu itu menggunakan senapan dan tombak yang terlihat
sangat tajam, yang sepertinya bisa menembus benda apa saja yang dilaluinya.
Salah
seekor Beruang terkena tembak di kakinya, kemudian dengan cepat Beruang dengan
bekas luka di mata kiri menolong Beruang yang tertembak itu dan membawanya
menjauh dari para pemburu itu. Sedangkan Beruang yang satu lagi mengorbankan
dirinya untuk mengalang-halangi para pemburu itu. Akhirnya Beruang yang
mengalangi para pemburu itu mati berkorban demi teman-temanya.
Kami bertiga seperti tiga ekor
Beruang Somalia berbulu putih tersebuh. Aku adalah si Beruang dengan bekas luka
dimata kiri, Viny adalah Beruang yang kena tembak, dan Zoro adalah Beruang yang
mati karena berkorban agar teman-temannya selamat. Dan anak-anak kompleks
sebalah adalah para pemburu itu.
-SELESAI-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar